Cinta itu memikirkan yang dicintai bukan hanya kemarin dan kini tapi nanti. Mari kita
berbicara tentang masa depan agar hari esok yang dijelang bukan suatu
kesengsaraan. Ada hal yang jelas harus dipersiapkan, mana yang boleh
dilakukan dan mana yang harus dihindarkan.
Bila engkau lelaki, engkau harus tahu arah saat
melangkah. Bila engkau perempuan, seharusnya tahu bagaimana bertingkah.
Kita bicara masa depan karena ia tidak semudah yang diperkirakan
pemuda-pemuda yang lalai. Juga tidak sesulit yang diceritakan
perempuan-perempuan yang bercerai.
Setiap muslimah tentu saja menginginkan lelaki yang
bertanggungjawab, yang menghargai kelebihan kebaikannya, dan yang
memaafkan keaalpaan kekurangannya. Muslimah mana yang tidak ingin lelaki
berbudi pekerti, baik hati, tinggi iman, dan lurus amal. Muslimah
selalu menanti lelaki elok akhlak padan rasa; yang memiliki kelembutan
dengan anaknya, dengan istrinya dia mesra. Muslimah mana yang tidak
mendambakan lelaki yang bisa mengawalnya jauh dari neraka dan
membimbingnya menuju surga Allah?
Lelaki mana yang tidak suka dengan wanita yang
cerdik cendekia lagi berparas menawan, yang lisannya seanggun geraknya?
Lelaki yang baik pasti menyukai wanita lemah lembut lagi santun, pintar
membahagiakan suami dengan masakan dan perhatian, tidak tamak harta dan
selalu menjaga kehormatan. Lelaki mana yang tidak memimpikan wanita yang
mendukungnya dalam kebaikan dan mengeluarkan kebaikannya, dirindukan bila ditinggal, dan menyenangkan bila berjumpa.
Sialnya kita hidup di jaman kapitalisme yang
mengajarkan lelaki dan wanita masa kini untuk memperhatikan fisik, bukan
isi; perhatikan badan, bukan iman. Kapitalisme sukses menjadikan
kebahagiaan materialistis sebagai tujuan tertinggi, hingga buat sebagai
tujuan yang tertinggi. Maka hedonisme, anak kandung kapitalisme, sukses
menjadikan lelaki hanya peduli nikmat sampai batas kulit. Wajar bila
kita melihati lelaki dimana-mana jadi miskin tanggungjawab dan fakir
komitmen. Bila lelaki yang tidak lulus ujian tanggungjawab dan komitmen,
merekalah yang masuk dalam jurusan pacaran.
Cinta disempitkan dalam arti pacaran, terbatas pada
rayuan palsu dan gandengan tangan. Padahal pendamping yang saleh tiada
pernah didapatkan dari proses pacaran, karena kesalehan dan kebatilan
jelas bertentangan. Haq dan batil tidak akan pernah bertemu bagaikan
fatamorgana yang menjanjikan kemuliaan semu. Bagaimana bisa lelaki yang
sudah memahami pacaran itu perbuatan yang dilarang oleh Allah memaksa
dengan berbagai alasan agar engkau berbagi dosa dengan dia? Melawan
Allah, lalu yang seperti ini bisa jadi panduan setelah menikah? Sebelum
halal saja dia sudah berani katakan sayang kepadamu, jangan heran
setelah dia menikah dia berani katakan pada wanita-wanita yang lain, toh
sama-sama bermaksiat pada Allah! Jika sebelum akad saja ia berani
melabuhkan tangannya pada tubuhmu, jangan heran bila setelah menikah ia
mampu lakukan itu pada wanita-wanita yang lain, toh sama-sama dosa pada
Allah! Yang tiada takut dosa sebelum menikah, tentunya jangan harap ia
takut dosa setelah menikah.
Ustadz Felix Siauw
https://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=Q9kzI0bIcfk
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
comment here